Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi

Dasar negara

 Tiga unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:

a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir

b. Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa

c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan

Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur konstitutif.

Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain.

 

Teori Kekuatan dan kekuasaan sebagai Tujuan Negara

Shan Yang Pujangga Filsuf Cina, 4-3 SM

Satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara kuat dan berkuasa. Hal ini hanya mungkin dicapai dengan memiliki tentara yang besar dan kuat

Teori Keadilan sebagai Tujuan Negara

Aristoteles (384-322 SM)

Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para warganegaranya. Kebaikan hidup inilah tujuan luhur negara. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keadilan yang harus menjadi dasarnya setiap pemerintahan. Keadilan ini harus dinyatakan dengan undang-undang.

Teori Kesejahteraan dan kebahagiaan sebagai Tujuan Negara

Mohammad Hatta (1902-1980) Bohonglah segala politika tidak menuju kepada kemakmuran rakyat

Teori Kepastian Hidup Keamanan, dan Ketertiban sebagai Tujuan Negara

Dante Alleghieri (Filsuf Italia, abad 13-14M)

Manusia hanya dapat menjalankan kewajiban dengan baik serta mencapai tujuan yang tinggi di dalam keadaan damai. Oleh karena itu, perdamaian menjadi kepentingan setiap orang. Raja haruslah seorang yang paling baik kemauannya dan paling besar kemampuannya karena ia harus dapat mewujudkan keadilan di antara umat manusia,

Kemerdekaan sebagai Tujuan Negara

Herbert Spencer (1820-1903)

Negara itu tak lain adalah alat bagi manusia untuk memperoleh lebih banyak kemerdekaan daripada yang dimilikinya sebelum adanya negara. Jadi,negara itu adalah alat untuk menegakkan kemerdekaan

 

Menelusuri konsep dan urgensi dasar negara

Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya

identik dengan istilah grundnorm (norma dasar),

rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara),

philosophische grondslag (dasar filsafat negara).

 

Alasan diperlukannya kajian Pancasila sebagai dasar negara

Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan dari aspirasi (cita-cita hidup bangsa) (Muzayin, 1992:16).

 

Menggali sumber yuridis, historis, sosiologis, dan politis, tentang Pancasila sebagai dasar negara

1. Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89).

2. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah 'Weltanschauung' atau pandangan dunia.

 

Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertical transcendental) dianggap penting.

Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamental etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia.

Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh.

Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial.